Materi ke-20
Strategi Terapi: Reframing
Kepada seorang pasien rumah sakit jiwa yang meyakini bahwa dirinya adalah Yesus Kristus, Erickson mengatakan, “Ya, aku tahu. Dan aku membaca sejarahmu. Kau adalah tukang kayu yang hebat dan kau selalu menolong orang yang membutuhkan pertolongan. Dan tempat ini sekarang membutuhkan pertolonganmu...”
Maka pasien itu kemudian dilibatkan dalam pekerjaan pertukangan untuk membikin rak-rak perpustakaan.
Dalam kasus lain, dua orang pasien rumah sakit jiwa yang sama-sama merasa dirinya Tuhan ia ajak duduk bersama dan ia berada di antara kedua orang itu. Tiap sebentar ia berbisik berganti-ganti kepada mereka. Kepada yang satu ia bilang, “Orang di sebelah sana itu tidak beres. Ia merasa dirinya Tuhan, padahal kau ini Tuhan dan Tuhan hanya ada satu. Bagaimana mungkin dia bisa mengaku-ngaku Tuhan?”
Kepada orang yang satunya, ia membisikkan kalimat yang sama. Terus seperti itu sampai kemudian salah satu dari mereka tiba-tiba membuka suara dan mengatakan, “Saya tidak peduli apakah saya Tuhan atau bukan, tapi salah satu dari kami pasti gila!”
Lihatlah, yang dilakukan oleh Erickson adalah “menerima kenyataan” bahwa ada dua Tuhan dan itu masalah besar karena Tuhan hanya satu. Ia menyampaikan masalah tersebut secara tidak langsung kepada kedua orang yang merasa dirinya Tuhan. Ia menyampaikan masalah kepada mereka sehingga mereka mengetahui masalah itu. Dan masalah itu adalah: “Ada orang yang merasa dirinya Tuhan, ia pasti tidak beres.”
Itu cara yang licin sekali untuk membuat pasien rumah sakit jiwa bisa memikirkan ada masalah besar dengan orang yang merasa dirinya Tuhan.
Reframing
Reframing adalah tindakan menyodorkan frame baru berangkat dari frame lama seseorang. Dari sana, kita bisa memahami bahwa sebenarnya yang dilakukan oleh Erickson dengan pendekatan utilisasi adalah sebuah reframing. Ia menghadapi pola tertentu atau frame tertentu dan memanfaatkan pola atau frame itu untuk menyembuhkan pasiennya. Ia memanfaatkan perilaku simptomatik pasien dan memberinya konteks baru atau makna baru sehingga menjadikan perilaku tersebut lebih produktif.
Dalam dua contoh kasus di atas, Erickson menerima “frame” pasiennya dan menyodorkan gagasan terapetiknya berdasarkan frame pasien-pasiennya. Ia menyodorkan makna baru kepada pasien yang mengaku Yesus melalui sudut pandang sejarah bahwa Yesus pernah menjadi tukang kayu. Tentu saja ia tukang kayu yang baik. Pasien yang mengaku dirinya Yesus Kristus tidak bisa menolak sudut pandang kesejarahan semacam ini. Dan kemudian Erickson menggunakan sudut pandang ketuhanan, sosok yang maha penolong, untuk membuat orang itu, yang merasa dirinya Tuhan Yesus, tidak bisa berbuat lain kecuali memenuhi permintaan tolong Erickson untuk melakukan pekerjaan sebagai tukang kayu.
Dalam kasus yang kedua, ia “mempercayai” frame pasiennya, tetapi sambil menunjukkan secara tidak langsung bahwa “ada orang mengaku tuhan, ia pasti tidak beres.”
Pasien anda datang dengan frame tertentu, atau keyakinan tertentu, atau asumsi tertentu yang ia yakini kebenarannya, dan dengan itulah ia memandang dunianya. Dengan frame itu ia mengoperasikan dirinya dan mengembangkan perilaku simptomatik.
Anda menggunakan reframing melakukan untuk intervensi terhadap keyakinan sempit seseorang. Ketika keyakinan berubah, maka cara orang memandang dunia akan berubah, dan selanjutnya ia bisa mengembangkan perilaku baru yang lebih sehat. Ketika diberi konteks dalam pekerjaan pertukangan di perpustakaan, perilaku simptomatik pasien yang merasa dirinya Tuhan Yesus berubah menjadi perilaku produktif.
Strategi dasar dalam reframing adalah memberikan makna baru atau konteks baru terhadap frame lama. Robert Dilts mengeksplorasi lebih lanjut teknik ini menjadi apa yang dikenal orang dengan istilah Sleight of Mouth. Dalam bukunya yang berjudul “Sleight of Mouth”, Dilts menyampaikan, “Jika kita familiar dengan sistem kepercayaan yang membenihkan ‘virus pemikiran’ dalam diri seseorang, maka kita akan cepat tanggap untuk melakukan reframing terhadap keyakinan negatif yang dikembangkan orang itu dan menyodorkan kepadanya frame baru yang lebih sehat.”
Ada sejumlah formula yang ia berikan dalam buku tersebut untuk mereframe keyakinan yang membelenggu seseorang. Dengan satu contoh kasus, misalnya:
“Si X pernah melakukan tindakan yang menyakiti saya. Dan karena itu pernah ia lakukan pada saya, maka ia akan melakukannya lagi nanti. Si X berniat menyakiti saya dan saya dalam bahaya.”Beberapa formula untuk menghadapi keyakinan semacam itu, yang bisa anda lakukan untuk membuat pasien memiliki perspektif baru, adalah:
Memeriksa Tujuan: Apa tujuan positif dari keyakinan itu?
Ada banyak cara untuk mengembangkan kekuatan dan pengendalian diri ketika anda memberi perhatian pada keamanan anda.Menyodorkan Redefinisi: Kata atau pengertian mana yang bisa diberi makna baru, yang sepertinya sama tetapi dengan implikasi lebih positif?
Sangat penting untuk mengambil langkah apa pun yang bisa anda lakukan untuk membuat orang lain bertindak etis dan sepantasnya kepada anda.
Saya pikir anda harus melakukan segala upaya dengan kekuatan anda agar tidak menjadi korban.Mempertimbangkan Konsekuensi: Apa efek positif dari keyakinan atau pola hubungan yang dilukiskan dalam keyakinan tersebut?
Yah, itu bisa menjadi tantangan bagi anda untuk dihadapi dengan keberanian, dukungan dan kearifan.
Akan menjadi lebih sulit bagi anda untuk disakiti lagi nantinya karena anda sudah memahami situasi bahaya dan bisa minta tolong. Ini adalah langkah awal anda untuk mengubah diri dari korban menjadi hero.Melakukan Chunk Down: Apa elemen terkecil dari keyakinan itu yang bisa dimanfaatkan?
Karena anda sudah paham sekarang, maka anda akan sulit diperlakukan seperti itu lagi.
Agar bisa menghadapi situasi dengan efektif, saya kira penting bagi anda untuk memahami apakah bahayanya lebih besar dari yang pertama atau sama saja dengan yang pertama kali anda alami.Melakukan Chunk Up: Apa elemen besar dalam keyakinan itu yang bisa digunakan untuk memperoleh hasil positif?
Ketika anda bilang Si X “berniat” menyakiti anda, apakah maksudnya bahwa Si X sudah membayangkan sejak awal bahwa ia akan melakukannya kepada anda? Jika ya, bagian mana dalam gambaran itu yang paling berbahaya, dan bagaimana Si X akan memulai tindakanya untuk melakukan apa yang sudah ia bayangkan? Apakah menurut anda Si X sudah memiliki bayangan itu di benaknya?
Berurusan dengan ketidaknyamanan adalah salah satu cara bagi kita untuk menjadi lebih kuat dan lebih kompeten dalam menjalani kehidupan.Membuat Analogi: Menyampaikan perumpamaan yang bisa digunakan untuk meredefinisi keyakinan tersebut.
Mengasah kecakapan diri dalam soal hubungan adalah seperti kita belajar naik sepeda ketika kanak-kanak. Kita mencoba mengendarainya, memegang setang, mengayuhnya, memahami cara mengatur keseimbangan. Marah kepada sepeda hanya karena ia pernah menyakiti kita sama sekali tidak memperbaiki masalah.Menawarkan Outcome yang lebih relevan.
Berurusan dengan niat orang lain tidak lebih seperti kita menjadi matador. Agar tetap selamat, kita harus tahu apa membuat si banteng mengarahkan perhatian ke kita, bagaimana cara menarik perhatian si banteng, dan belajar untuk berkelit dari serudukannya ketika ia mulai memburu kita.
Yang lebih penting adalah kita selalu tahu bagaimana agar tidak disakiti orang lain, itu adalah kecakapan yang penting dikembangkan tidak peduli apa yang ada di benak orang lain.Menyodorkan Realitas
Apakah ingatanmu atas kejadian yang telah berlalu, atau imajinasimu tentang kemungkinan terulangnya peristiwa itu yang bisa benar bisa keliru, yang lebih membahayakanmu?***
Reframing dalam Parts Therapy
Dalam hipnosis, bawah sadar pasien bisa anda pisah-pisahkan dalam beberapa bagian. Anda melakukannya dengan sugesti bahwa ada bagian-bagian tertentu dalam bawah sadar yang bertanggung jawab menjalankan fungsi-fungsi tertentu. Dan sebetulnya terserah anda hendak membagi fungsi-fungsi bawah sadar itu dalam berapa bagian. Anda yang memutuskan sendiri untuk kepentingan terapi.
Katakanlah anda membagi bawah sadar pasien itu dalam tiga bagian. Pertama, bagian yang bertanggung jawab terhadap perilaku simptomatik pasien. Kedua, bagian yang bertanggung jawab mempertahankan kualitas. Ketiga, bagian yang bertanggung jawab di bidang kreativitas.
Setelah anda mensugestikan ketiga bagian ini, tugas selanjutnya adalah membuat ketiga bagian yang menjalankan fungsinya masing-masing itu bernegosiasi. Bagian yang bertugas mempertahankan mutu harus menjalankan fungsinya dalam cara terbaik. Bagian yang mengurusi kreativitas harus selalu menjalankan fungsi kreatifnya dalam segala situasi. Dan bagian yang bertanggung jawab atas perilaku simptomatik pasien akan mempertahankan fungsinya karena itu diperlukan oleh pasien untuk mendapatkan manfaat tertentu.
Nah, tugas anda adalah menawarkan perilaku alternatif, memberi “frame” baru kepada bagian yang bertanggung jawab mempertahankan perilaku simptomatik pasien. Anda perlu memberikan tugas baru kepadanya, yang sesuai dengan fungsinya semula, tetapi untuk melahirkan perilaku yang lebih sehat dan tetap berfungsi untuk melayani tujuan semula yang ingin dicapai dengan perilaku sebelumnya.
Misalnya pasien anda mengembangkan perilaku tertentu, fobia atau apa saja, karena dengan itu ia memperoleh perhatian yang diharapkannya. Bagian yang bertanggung jawab terhadap perilaku ini harus diberi tanggung jawab lain sehingga ia tetap bisa menjalankan tujuannya untuk mendapatkan perhatian. Hanya kali ini ia memenuhi tujuannya dengan perilaku yang lebih sehat.
Jadi, reframing anda lakukan terhadap bagian bawah sadar yang bertanggung jawab terhadap perilaku simptomatik. Ketika bagian ini bisa mendapatkan tugas baru yang lebih sehat, maka bagian kreatif bisa berfungsi lebih optimum, dan bagian yang berfungsi mempertahankan mutu bisa terpuaskan karena ia bisa menjalankan fungsinya semula dengan baik.
Dengan memantapkan kembali tugas masing-masing, pasien akan bisa berfungsi lebih optimum karena setiap bagian dalam dirinya berfungsi optimum. Bahkan anda bisa memberi tugas kepada masing-masing bagian untuk saling menjaga dan memotivasi dalam menjalankan fungsinya masing-masing.
Catatan:
Penting untuk anda ingat bahwa jika anda melakukan Parts Therapy, anda harus memastikan bahwa anda menyatukan lagi bagian-bagian tersebut menjadi satu kesatuan. Sebetulnya ketika anda mensugesti pasien untuk bernegosiasi dengan bagian-bagian bawah sadarnya, anda melakukan semacam pembelahan kepribadian terhadap pasien anda. Karena itu anda bertanggung jawab untuk menyatukannya lagi demi menghindari munculnya efek yang tidak diinginkan.
Salam,
A.S. Laksana