Hari Ke-21 : Metafora Terapetik

Materi ke-21
Metafora Terapetik

Orang sering menyampaikan masalahnya dalam metafora. Ia menyebut rasa nyerinya seperti ditusuk-tusuk jarum, atau seperti disayat-sayat dengan silet, dan sebagainya. Bahkan simptom itu sendiri adalah metafora. Mereka mungkin tidak menyadari itu. Anda sebagai terapis yang harus menyadari hal itu.

Ketika anda menggunakan bahasa, frase-frase, dan kosakata yang digunakan oleh pasien anda, yang anda lakukan tidak hanya untuk membangun kedekatan dengan pasien anda, tetapi juga membangun kesejajaran dengan metafora pasien anda.

Karena itu selalu tanamkan dalam pikiran bahwa untuk membuat metafora yang cocok dengan metafora pasien anda, anda sebaiknya menggunakan kata-kata dan gambaran-gambaran yang disampaikan oleh pasien anda. Ini akan menjadikan metafora anda sejajar dengan struktur simptom pasien anda. Lebih dari itu, metafora anda akan gampang diterima oleh pasien anda.

Perilaku tertentu dari pasien anda juga sebuah metafora. Misalnya, seorang perempuan menggeraikan rambutnya. Bisa saja tindakan ini menyiratkan kebutuhannya untuk menarik perhatian orang atau ia rileks saja.

Tetapi anda sebaiknya menghindari penafsiran dalam ruang terapi. Jika anda memiliki dugaan tertentu berkaitan dengan perilaku pasien anda, anda bisa memastikannya dengan menggunakan metafora juga. Kemudian perhatikan responsnya. Dengan melihat responsnya, anda akan bisa lebih memastikan apakah tindakan itu adalah metafora untuk kebutuhannya diperhatikan orang, atau apakah pasien anda memiliki kebutuhan untuk rileks menikmati dirinya sendiri.

Di atas kita juga membicarakan bahwa simptom adalah metafora. Rasa nyeri di leher pasien mungkin saja merupakan metafora atas ketidakmampuannya mengungkapkan ketidaksetujuan atau perasaan marahnya pada segala sesuatu yang ia tidak sepakati. Tetapi sekali lagi, orang bisa menafsirkan sesuatu dengan berbagai hal. Dan sebagai terapis, anda tidak perlu menafsirkan sesuatu tanpa betul-betul memahami masalahnya. Yang jelas, kemungkinan simptom adalah cara bawah sadar menyampaikan sesuatu yang tak terungkapkan di level pikiran sadar. Itulah yang anda coba temukan dengan berbagai cara. Metafora terapetik anda gunakan untuk menemukan kesejajaran makna dengan apa yang tersembunyi di level bawah sadar pasien, dan kemudian mengoreksinya.

Hal ini dimungkinkan karena ketika disodori metafora, pasien cenderung mencari kesejajarannya dengan pengalamannya sendiri. Pencarian ini berlangsung di level bawah sadar. Dan pencarian bawah sadar itu membuat pasien mau tidak mau harus memasuki kondisi trance. Dalam konteks terapi, pasien akan berusaha memahami kenapa terapis menceritakan metafora itu. Pada level itu, pasien menyadari bahwa metafora tersebut tentu memiliki makna terapetik dan karena itu ia melakukan pencarian untuk menemukan sumberdaya yang tersedia dalam dirinya yang berfungsi mengatasi masalah.

Prinsip lain dalam menyampaikan metafora: apa yang anda sampaikan harus masuk akal bagi pikiran sadar, tetapi ia mengandung makna tertentu pada struktur yang lebih dalam, sehingga pikiran sadar pasien tidak mampu menjangkaunya. Anda bisa menyampaikan tentang rumpun bambu yang bisa condong oleh tiupan angin keras tetapi tidak akan pernah roboh karena ia kokoh dan sekaligus lentur. Pasien anda secara sadar mungkin tidak akan menduga bahwa ia adalah sebuah model yang ditawarkan kepadanya untuk menerapkan perilaku baru.

Dan sebaiknya pasien memang tidak menyadarinya. Jika pasien menjadi sadar akan implikasi terapetik dalam metafora itu, maka ia bisa memilih untuk menolak atau menerimanya. Jika ia tidak menyadarinya, satu-satunya pilihan adalah menerimanya, dan itu adalah penerimaan di level bawah sadar—dan ia akan menjadi pengetahuan yang berguna untuk mengembangkan perilaku baru.

Sekarang tentang penafsiran atau dugaan anda terhadap perilaku simptomatik pasien. Ketika terapis menyampaikan metafora kepada pasien, ia mungkin tidak sepenuhnya tahu apakah metafora tersebut tepat bagi pasiennya. Terapis hanya bisa menduga-duga saat merancang metafora tersebut. Dengan memperhatikan respons pasien terhadap metafora anda, anda bisa mengidentifikasi apakah metafora itu memiliki kesejajaran makna dengan apa yang tersimpan di bawah sadar pasien anda. Metafora adalah perangkat yang sangat berguna untuk tujuan ini. Kalaupun metafora anda tidak memiliki kesejajaran makna dengan bawah sadar pasien anda, tidak ada masalah apa pun yang ditimbulkannya. Pasien anda hanya mendengar cerita dan ia mendapatkan pengalaman baru dari cerita yang ia dengar. Jika asumsi anda benar, maka ia akan memunculkan respons yang bisa anda kenali. Dan anda melanjutkannya untuk membuat pasien anda mampu mewujudkan perubahan perilaku.

Dan karena ada kesejajaran makna dengan apa yang tersimpan di bawah sadar pasien itulah maka metafora bisa menjadi perangkat untuk menyelesaikan masalah. Pasien mendapatkan pelajaran tanpa ia menyadari bahwa ia sedang diberi tahu bagaimana cara mengatasi masalahnya.

Akhir dari metafora biasanya menyarankan cara yang berbeda dari yang sejauh ini dilakukan oleh pasien. Dengan menerima cara baru itu, di level bawah sadar, maka terbuka kesempatan bagi pasien untuk menerapkan cara baru atau pengetahuan baru untuk membereskan masalahnya sendiri.

Tugas-tugas kepada Pasien adalah Metafora
Kadang tugas-tugas yang diberikan oleh terapis kepada pasien, melalui sugesti post-hypnotic, adalah metafora tentang tindakan yang harus diambil oleh pasien agar ia bisa menyingkirkan simptomnya.

Kepada seseorang yang kesulitan berkonsentrasi, saya memintanya berlatih menghitung mundur dari 100 sampai 0. Anda tahu, melakukan sesuatu secara terbalik dari pola yang yang lazim selalu membutuhkan konsentrasi. Untuk bisa melakukannya ia harus fokus. Untuk bisa mendapatkan sesuatu, orang harus memusatkan perhatian dan seringkali harus melakukan sesuatu dari yang biasa ia lakukan. Tetapi anda tidak perlu menyampaikan “hikmah” dari latihan itu. Biarkan bawah sadar pasien anda menemukan sendiri pengetahuan yang bisa didapatnya dari latihan itu.

Teknik-teknik Metafora Ericksonian
Berpegang pada pendapat bahwa hipnosis adalah proses pembelajaran, maka sangat masuk akal bahwa Erickson selalu mencari perangkat apa pun yang memungkinkan pembelajaran dijalankan. Keputusannya untuk menggunakan metafora berangkat dari eksperimen yang ia lakukan dengan cerita-cerita rekaan.

Mula-mula ia banyak menggunakan cerita rekaan sebagai sarana simulasi bagi pasiennya, di mana ia menempatkan pasien pada sebuah situasi tertentu yang seolah-olah pernah ia alami. Di sana pasien dihadapkan pada masalah yang harus diselesaikan, dan secara tersirat Erickson akan memberikan pembelajaran tentang bagaimana cara menghadapi situasi semacam itu. Atau secara bertahap ia akan mengoreksi situasi tersebut, atau melemahkan efeknya pada si pasien.

Pada periode berikutnya, ia mendapati bahwa cerita apa pun akan memiliki efek “simulasi” pada subjek. Semata-mata karena pikiran kita cocok dengan cerita dan orang bisa menikmati cerita yang menarik perhatiannya.

Ketika orang menikmati cerita, diam-diam ia melakukan proses identifikasi antara kejadian-kejadian dalam cerita itu dan pengalamannya sendiri. Dengan cara itulah orang mendapatkan pengetahuan, atau sudut pandang alternatif, melalui sebuah cerita. Dengan cara itu pula cerita mendorong berlangsungnya proses mental untuk aktif melakukan pencarian.

Dan proses pencarian kesejajaran itulah yang menjadikan setiap cerita adalah metafora. Ia menyampaikan nasihat, pelajaran, petuah, dan pesan-pesan secara tidak langsung. “Orang tidak bisa menolak cerita,” kata Erickson. “Ia hanya bisa menerima dan menikmatinya.”

Baiklah, sekarang kita akan membicarakan bagaimana sugesti disusupkan melalui cerita dan dengan cara apa kita menyusupkan sugesti tersebut.

Teknik Interspersal
Kita bisa menggunakan teknik interspersal untuk menyelip-nyelipkan sugesti ke bagian mana pun dalam cerita, bisa dalam narasi, bisa dalam kutipan langsung. Dengan cara itu, sugesti akan diterima oleh pendengar cerita tanpa ia menyadari bahwa ada sugesti yang ia terima. Dengan cara melibatkan subjek kita ke dalam penceritaan, dia otomatis akan menjadi fokus.

Memanfaatkan kutipan langsung dalam cerita.
Dialog adalah bagian dari cerita. Ketika bagian dialog atau percakapan di dalam cerita ini untuk mengantarkan sugesti, maka pendengar cerita kita akan menerima sugesti tanpa ia menyadari bahwa itu sugesti yang juga disodorkan kepadanya. Bagaimanapun kalimat dalam dialog itu, selain merupakan tiruan percakapan antara tokoh-tokoh dalam cerita, juga merupakan kalimat yang didengar langsung oleh penikmat cerita kita. Jika kutipan dalam dialog itu berbentuk sebuah perintah, perintah yang sama juga didengar oleh penikmat cerita kita. Dalam keadaan ambang tidur, orang biasanya sulit membedakan perintah itu ditujukan untuk siapa.

Dalam pengalaman pribadi saya dengan anak, mereka kadang akan menanyakan, “Itu untuk siapa?”

“Oh, kau mendengar dengan baik rupanya?” tanya saya.

“Ya,” jawabnya.

“Kalau begitu aku akan melanjutkan cerita dengan senang.”

Dengan tanya jawab semacam itu, saya lebih suka membiarkan pertanyaannya tak terjawab.

Rahasia dan Kejutan, 2 kosakata ajaib untuk memusatkan perhatian
Rahasia dan kejutan memiliki daya pikat yang kuat bagi anak-anak untuk memusatkan perhatian pada apa yang selanjutnya akan kita sampaikan. Anak-anak harus betul-betul cermat mendengarkan setiap kalimat karena di dalamnya ada rahasia yang harus ia perhatikan betul-betul.

Cerita itu sendiri sebuah pesan
Dengan cerita sekenanya yang saya sampaikan di awal bab ini, secara tersirat saya menginginkan anda mengingat pengalaman di masa SD. Ada perasaan gembira yang saya sampaikan, ada pengalaman menyenangkan yang tiap orang cenderung ingin mengulanginya, dan sebagainya.

Jika pesan tersebut anda terima, anda akan melayangkan ingatan anda ke masa sekolah SD, dan mengingat sejumlah pengalaman meyenangkan anda ketika itu. Mungkin anda akan seperti saya juga, bisa merasakan lagi kegembiraan yang dulu dimunculkan oleh pengalaman tertentu di masa itu. Jika anda tidak menerima pesan seperti itu, setidaknya anda tahu sebagian pengalaman hidup saya, dan ketika anda berjumpa dengan saya, anda akan ingat bahwa saya punya pengalaman seperti itu ketika SD.

Apa tujuan anda bercerita.
Ini perlu ditetapkan sejak awal. Ketika anda menuturkan cerita, anda perlu tahu tujuan anda bercerita dan kenapa anda memilih cerita tersebut untuk disampaikan kepada subjek. Dengan mengetahui tujuannya, tentu saja setelah anda memahami situasi subjek, anda memilihkan cerita tertentu, yang memiliki tujuan tertentu, dengan itu anda bisa menepatkan pesan-pesan yang anda sampaikan dalam cerita, sugesti apa yang hendak diselipkan ke dalam cerita.

Lebih baik jika cerita anda tidak bisa dikenali kesamaannya oleh pikiran sadar subjek. Dengan demikian anda akan terhindar dari kecurigaan bahwa anda sedang menyindir subjek melalui cerita yang anda sampaikan.

Bagaimana agar tujuan anda tercapai.
Ketekunan, persistensi, akan membuat anda semakin cakap sebagai storyteller atau pendongeng. Anda akan memiliki kepekaan intuisi untuk memilihkan cerita, untuk menyusupkan sugesti. Tentu saja ketika ada perubahan perilaku, ketika ada respons sebagaimana yang anda kehendaki, maka anda akan tahu bahwa tujuan anda tercapai. Bahwa cerita membawa efek terapetik yang diinginkan oleh pencerita maupun pendengar cerita.

Karena yang kita bicarakan adalah cerita terapetik, sebuah metafora terapetik, maka anda harus bisa memastikan bahwa pendengar anda fokus. Salah satu cara untuk membuat pembaca fokus adalah melibatkan mereka ke dalam proses penceritaan. Namun, jika cerita anda menarik, dengan sendirinya subjek akan fokus. Setiap orang menyukai cerita yang menarik.

Bagaimana cerita bisa mengoreksi program buruk yang menyusup ke dalam benak
Anda tahu bahwa setiap hari kita mendengarkan banyak cerita, dan tidak semuanya cerita yang baik. Beberapa cerita menyusupkan pesan-pesan atau memberikan implikasi negatif. Beberapa adalah cerita yang melemahkan.

Cerita-cerita buruk membangun program buruk dalam benak. Cerita buruk membawa implikasi yang melemahkan, membangun keyakinan buruk. Dan keyakinan buruk atau keyakinan terbatas menyebabkan keterbatasan cara pandang, respons, dan pengetahuan orang tentang bagaimana menghadapi situasi.

Dengan cerita terapetik, kita mencoba meluaskan cakrawala orang, memberi wawasan dan cara pandang baru. Dengan demikian cerita terapetik itu akan mengikis efek atau implikasi buruk atau keyakinan terbatas yang dibangkitkan oleh cerita-cerita sebelumnya.

Ketika berhasil, cerita yang baik akan menggantikan cerita buruk yang melekat kuat dalam ingatan orang. Bukankah cerita mempunyai kemampuan untuk melekat selamanya dalam benak orang. Pengetahuan yang didapat dari cerita yang baik akan menggantikan pengetahuan buruk yang telanjur menyusup. Program yang baik akan menyingkirkan program-program bervirus sehingga program-program yang baik bisa dijalankan.

Sugesti apa yang ingin anda sampaikan dengan metafora anda
Anda merancang betul sugesti apa yang akan anda sampaikan, dengan cara seperti apa anda akan membawa masuk pendengar anda ke dalam situasi cerita, dan sugesti apa saja yang akan anda susupkan melalui cerita ke dalam benak anda. Anda bisa menyusupkan sgesti apa pun, tetapi yang perlu anda pikirkan adalah bagaimana sugesti anda bisa membangkitkan respons terapetik di pihak pendengar anda.

Bagaimanapun yang terpenting di sini adalah respons pendengar, dan bukan sugesti yang anda sampaikan. Karena itu upaya seorang terapis adalah memastikan bahwa anak-anak terbuka dalam menerima sugesti dan dia bisa, entah sekarang entah nanti, menjalankan sugesti itu sehingga ketika ia berhadapan dengan situasi yang rumit, ia punya pengetahuan tentang cara mengatasinya. Anda bisa memasukkan sugesti tentang kreativitas, keberanian, empati, pentingnya memiliki selera humor, tentang rileks menghadapi segala situasi, tentang bagaimana berbagi, tentang bagaiamana berhubungan dengan teman-teman, tentang bagaimana mendengarkan orang lain bicara. Sugesti apa pun bisa anda sampaikan.

Apa yang perlu dipertimbangkan dalam penyampaian cerita
Karena metafora adalah salah satu bentuk sugesti tak langsung, maka cara penyampaian anda pun kurang lebih sama dengan anda menyampaikan sugesti anda. Anda perlu memilihkan kosakata yang imajinatif. Itu berguna untuk membuat subjek terlibat dan hadir di dalam cerita. Anda perlu mempertimbangkan penggunaan kosakata yang positif.

Tentu saja ada yang satu ini perlu terus anda ingat: pergunakan bahasa subjek. Metafora juga menuntut fleksibilitas anda dalam penyampaian.

Membuat metafora anda mudah diingat
Untuk membuat metafora melekat dalam ingatan, anda harus menyampaikan hal-hal yang mudah diingat oleh subjek. Beberapa hal di bawah ini bisa anda pertimbangkan.

Pertama, tambahkan keunikan tertentu pada cerita anda. Keunikan itu bisa pada tokoh-tokohnya, seperti tokoh-tokoh dalam komik Asterix, bisa pada rangkaian kejadiannya. Keunikan akan membuat orang mudah mengingat.

Kedua, menyisipkan humor selalu memungkinkan cerita anda mudah diingat oleh subjek. Saya pernah mencoba dengan cara sekenanya terhadap anak saya tentang hal ini. Kepadanya saya menceritakan tentang raksasa kecil yang suka makan landak. Setiap kali bertemu landak, ia ngiler. Bertemu landak ia ngiler. Anak saya ngakak dan ia selalu tertawa ketika saya menyebut raksasa kecil pemakan landak.

Ketiga, jalan cerita atau plot yang menarik akan membuat subjek terus terpaku pada cerita. Untuk hal ini ingatlah teknik Cerita Seribu Satu Malam yang dirancang untuk memancing keingintahuan orang tentang apalagi selanjutnya.

Keempat, aktifkan lima indera. Ini akan membawa pendengar anda betul-betul merasakan seluruh kejadian dalam cerita itu dekat sekali dengan dirinya.

Kelima, tambahkan emosi pada realitas cerita. Masukkan perasaan marah atau kasih, ketakutan atau kegembiraan, kesedihan atau tawa, untuk memperkuat ingatan.

Salam,
A.S. Laksana