Materi ke-12
Mengajukan Pertanyaan Terbuka
Ketika dua orang bertemu untuk kali pertama, mereka tidak saling kenal satu sama lain. Maka, menjadi tugas terapis untuk mengajukan pertanyaan dan memulai berlangsungnya percakapan.
Mula-mula ini akan menjadi urusan yang sulit. Tetapi anda harus mendapatkan informasi-informasi dasar dari pasien anda. Karena itu ajukan pertanyaan terbuka. Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh pasien dengan ya atau tidak. Dan anda masih ingat formula penggalian informasi. Ajukan pertanyaan-pertanyaan dengan mengingat formula 5W 1H (what, who, when, where, why, dan how). Itu adalah formula untuk menjamin anda mendapatkan kecukupan informasi dari subjek.
Anda bisa mengajukan pertanyaan, misalnya, “Kenapa anda memutuskan menemui saya?” Pasien anda tidak mungkin menjawab pertanyaan itu dengan ya atau tidak. Ia perlu menjelaskan dirinya. Nah, jawaban atas pertanyaan tersebut akan memberi anda informasi tentang motivasi atau alasan kedatangannya menemui anda. Informasi ini akan membantu anda memahami persoalan pasien anda dan selanjutnya untuk menjalin kedekatan dengan pasien.
“Apa yang akan berubah dalam hidup anda jika anda terbebas dari masalah ini?”
“Sejauh mana anda memahami pengaruh pikiran terhadap kondisi tubuh?”
“Kapan anda terakhir kali merasakan kegembiraan yang membuat diri anda begitu bebas?”
Itu adalah contoh-contoh pertanyaan terbuka yang membuat anda tidak saja mendapatkan informasi tentang pasien anda, tetapi juga akan membuat pasien anda fokus pada dorongannya untuk membereskan masalah.
Dengan pertanyaan-pertanyaan semacam itu anda bisa membangun kedekatan dengannya. Lalu kedekatan itu anda perkuat dengan menyampaikan pemahaman anda terhadap masalah pasien anda, berlandaskan pada informasi yang anda terima.
Ingat, dalam hal ini anda hanya mengulangi, tanpa penafsiran, apa yang disampaikan oleh pasien anda--dengan bahasa anda. Anda tidak membuat kesimpulan, atau membuat penafsiran tentang masalah tersebut menurut pengetahuan anda. Anda hanya menyampaikan ulang apa saja informasi yang sudah anda dapatkan.
Ada beberapa pasien yang datang ke saya menyampaikan kekecewaan mereka pada terapis sebelumnya yang menangani mereka. Itu sering karena terapis membuat penafsiran yang membuat pasien tidak senang mendengarnya.
Misalnya, seorang pasien datang kepada terapis dan ia menceritakan masalah pada kaki kirinya yang melemah. Terapis, tanpa mempertimbangkan cerita yang disampaikan oleh pasiennya, mengatakan, “Wah, pasti ada masalah emosional yang menyebabkan kaki anda begitu.”
Itu sebetulnya pernyataan standar jika anda menggunakan metode lain, misalnya EFT yang memang mengajukan prinsip dasar bahwa setiap simptom pasti ada akar emosionalnya. Sekalipun demikian, anda akan membuat pasien merasa tidak nyaman jika sekonyong-konyong menyampaikan kalimat tersebut. Apalagi jika pasien tidak diberi pemahaman terlebih dulu tentang prinsip tersebut.
Dan pernyataan oleh terapis itu betul-betul menghancurkan keterhubungan (rapport) yang mestinya dibangun antara pasien dan terapis. Betul-betul hancur karena kepada saya pasien itu mengatakan bahwa ia tidak akan datang lagi ke sana.
Jadi, format untuk menyampaikan pemahaman anda terhadap situasi pasien kira-kira seperti ini:
“Oke, Bu Gendon, sekarang saya akan meyampaikan secara ringkas pemahaman saya tentang situasi anda. Tolong anda perhatikan apakah pemahaman benar atau tidak benar dalam hal ini.... “
“Jadi, anda menemui saya karena....”
“Dan anda meyakini bahwa jika anda bisa menyingkirkan masalah ini, ada perubahan yang sangat penting dalam hidup anda, yaitu....”
“Itu harapan anda, itu juga harapan saya....”
“Dan dalam pemahaman anda pengaruh pikiran terhadap kondisi tubuh adalah....”
“Dan sesuai yang saya catat dari penjelasan anda, anda terakhir kali merasakan kegembiraan....”
Pasien akan menyepakati pemahaman anda, karena sesungguhnya anda hanya menyampaikan ulang apa yang ia sampaikan. Ia akan merasa bahwa dirinya dipahami. Ini penting ketimbang ia menanam pikiran bahwa anda sok tahu dengan membuat kesimpulan yang membikinnya tidak nyaman.
Pasien perlu mempercayai terapis sebelum ia menyampaikan seluruh informasi pribadinya. Satu cara untuk mengembangkan kepercayaan pasien kepada terapis agar ia mau berbagi informasi tentang dirinya adalah dengan cara melakukan pembicaraan yang santai saja. Dua orang bisa ngobrol asyik dan saling bertukar informasi ketika materi pembicaraan mereka berdua memiliki banyak hal yang saling bersinggungan.
Tetapi anda perlu ingat bahwa sebagai terapis anda harus mampu menjaga agar tidak menyampaikan masalah-masalah anda sendiri. Hal itu mungkin bisa mengurangi kepercayaan pasien kepada anda. Sebaliknya, jika anda menyampaikan bagaimana anda mengatasi masalah itu, hal itu akan menjadi metafora terapetik yang mendorong keberhasilan terapi pasien anda.
Salam,
A.S. Laksana