Hari Ke-28 : Bahasa Hipnotik, Nominalisasi

Materi ke-28
Bahasa Hipnotik : Nominalisasi

Beberapa orang cenderung bicara samar-samar. Saya akan membuka materi ini dengan mengambil contoh dari dunia kewartawanan yang pernah saya geluti. Seorang wartawan melakukan wawancara kepada narasumber tentang kerusuhan di Ambon. Menjawab salah satu pertanyaan si wartawan, narasumber menjawab, “Jadi, itu adalah konflik vertikal yang berimbas ke konflik horisontal.”

Narasumber itu orang yang mendalami masalah konflik dan ketika ia mengatakan itu, ia menganggap tidak perlu menjelaskan secara rinci apa yang ia maksudkan dengan kalimat tersebut. Ia menganggap orang lain pasti paham apa yang ia maksudkan. Si wartawan yang mewawancarainya juga tidak berusaha merinci apa yang disampaikan oleh narasumber. Ia terhanyut pada narasumber dan tidak waspada terhadap kalimat-kalimat samar yang disampaikan olehnya. Apa yang dimaksudkan dengan konflik vertikal? Itu konflik antara siapa dan siapa? Apa yang menyebabkan munculnya konflik vertikal itu? Sejak kapan munculnya konflik tersebut? Apa yang disebut konflik horisontal? Apakah itu imbas yang disengaja atau tidak disengaja? Dan sebagainya.

Informasi dari Pasien sering Tidak Jelas
Kesamar-samaran juga sering terjadi di ruang terapi. Jika pasien anda bisa menyampaikan masalahnya secara jelas, ia akan mengatakan seperti ini, “Gerakan tangan kanan saya tidak leluasa, saya hanya bisa mengangkatnya sampai ke depan dada, dan saya merasakan nyeri di pundak kanan.” Itu kalimat yang mudah dipahami dan cukup spesifik.

Tetapi seringkali pasien yang datang menemui anda akan menyampaikan keluhannya secara samar. “Masalah ini sudah lama mengganggu saya. Kondisi tangan saya betul-betul buruk. Saya berharap anda bisa membantu saya.” Pasien menyampaikan keluhannya, tetapi tidak ada yang spesifik tentang masalah yang sudah lama mengganggunya dan keadaan tangan yang betul-betul buruk. Pasien sering menganggap anda sudah paham masalahnya dan memahami penjelasan mereka. Tetapi apa yang bisa anda pahami dari penjelasan itu?

Ketika pasien mengatakan ia stres atau depresi, ia berasumsi bahwa anda memahaminya meskipun depresi atau stres bisa bervariasi pada tiap-tiap orang. Ketika pasien mengatakan ia selalu merasa cemas, ia juga berasumsi anda tahu apa yang ia maksudkan. Tentu saja pasien tidak tahu informasi apa yang anda butuhkan untuk keberhasilan terapi. Ia hanya menyampaikan apa yang ia pikir perlu anda ketahui. Ada terapis yang memiliki kecenderungan menenteramkan pasiennya dengan menunjukkan bahwa ia memahami masalah pasiennya, padahal apa yang disampaikan oleh pasien tidak jelas sama sekali. Padahal, dalam keadaan seperti itu, mestinya ia berusaha memperjelas ketika pernyataan pasien terdengar samar-samar. Jika itu tidak kita lakukan, kita akan mendapatkan gambaran yang keliru tentang simptom pasien.

Perhatikan perumpamaan berikut: Di rumah saya memiliki sebuah kotak musik yang akan memperdengarkan musik tertentu ketika penutupnya dibuka. Bisakah anda menggambarkan persis kotak musik saya? Bisakah anda mendengarkan musik yang diperdengarkannya? Bisakah anda tahu di bagian mana musik itu terdengar sumbang? Bisakah anda tahu sejak kapan musik itu mulai memperdengarkan suara sumbang? Seberapa akurat dugaan anda? Besar kemungkinan dugaan anda keliru.

Namun sering ada terapis yang mendasarkan pendekatan terapetiknya pada kesimpulan tergesa-gesa yang dibentuk melalui dugaan semacam itu. Untuk mendapatkan gambaran yang akurat tentang kotak musik saya, anda harus mengajukan sejumlah pertanyaan kepada saya dan bukan menduga-duga dari informasi samar yang anda terima dari saya.

Nominalisasi Positif dan Negatif
Nominalisasi (atau pembendaan) adalah salah satu bahasa hipnotik yang digunakan untuk memangkas proses dan ia langsung menunjuk pada hasil akhir proses tersebut. Terapis menggunakan nominalisasi positif seperti “perubahan”, “kenyamanan”, “ketenteraman” atau “keberhasilan”, dan lain-lain sebagai bagian dari induksi trance dan terapi. Ini sangat berguna. Anda mengatakan kepada pasien, “Sekarang tutup mata dan nikmati kenyamananmu.” Dalam menyampaikan nominalisasi itu, anda tidak mau tahu bagaimana proses yang berlangsung di dalam diri pasien untuk mendapatkan kondisi nyaman. Anda juga tidak memberi tahu pasien apa saja yang harus ia lakukan untuk mendapatkan kenyamanan. Anda menyebutkan “kenyamanan” dan memberi kebebasan kepada pasien untuk menjalani proses ke arah itu dalam cara yang ia bisa lakukan. Anda hanya menyampaikan hasil akhir proses itu, yakni kenyamanan.

Pasien juga sering menyampaikan bahasa hipnotik nominalisasi. Jika terapis tidak waspada, ia sendiri yang akan terhanyut oleh apa yang disampaikan oleh pasien.

Nominalisasi pasien ini berbeda dari nominalisasi terapis. Nominalisasi oleh pasien biasanya negatif. Setiap kali anda mendapati nominalisasi disampaikan oleh pasien, anda perlu waspada bahwa sesungguhnya ada proses di balik nominalisasi itu. Katakanlah pasien anda menyodorkan nominalisasi, misalnya “kecemasan”, anda harus mendapatkan informasi lebih rinci mengenai proses yang menghasilkan kecemasan itu. Anda perlu memastikan kapan, di mana, seperti apa, bagaimana ia tahu itu akan muncul, dan sebagainya.

Menghindari Asumsi
Seorang terapis mungkin memiliki teknik-teknik yang ia andalkan untuk menangani simptom pasien-pasiennya. Dengan teknik andalan, mungkin ia akan mudah berasumsi bahwa jika teknik tersebut bisa bermanfaat untuk satu pasien, maka teknik yang sama mungkin bisa digunakan untuk membantu pasien lain. Tidak selalu begitu. Beberapa terapis melakukan hal ini karena ia tidak cukup sabar melakukan penggalian dan kemudian mengandalkan teknik sebagai jalan pintas.

Anda tahu, tidak pernah ada dua orang yang memiliki masalah atau simptom sama persis. Konteks dan latar belakang masing-masing orang berbeda. Ketika pasien datang kepada anda dan mengeluhkan masalah yang serupa dengan pasien lain yang pernah anda tangani sebelumnya, ia tetaplah orang lain. Ia memiliki kehidupan yang berbeda dan simptomnya muncul dari sebab yang berbeda. Prinsip-prinsip penanganan yang kita gunakan bisa sama, tetapi pendekatannya mungkin berbeda. Setiap manusia unik dan memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Tugas terapis adalah memenuhi kebutuhan pasien itu untuk mewujudkan perubahan yang sesuai dengan kebutuhannya.

Perhatikan Pola Perilaku dan Pola Berpikir Pasien
Demi mendapatkan kecukupan informasi mengenai simptom pasien, kita mestilah awas terhadap munculnya nominalisasi negatif dari pasien. Perhatikan berikut ini: “Saya benar-benar tidak bahagia, saya tidak bisa berkomunikasi dengan orang lain, saya gelisah dan cemas. Kondisi saya demikian buruknya, saya sama sekali tidak bisa berkonsentrasi untuk mengatasi masalah kehidupan saya sendiri.” Apa artinya keluhan tersebut? Orang ini jelas menyampaikan perasaannya tetapi tidak ada yang spesifik. Bagaimana anda akan memahami apa yang ia rasakan jika pembicaraannya kabur seperti ini? Tapi, hati-hatilah, kita cenderung mengangguk mendengar penyampaian seperti itu, menunjukkan empati kepada pasien, menunjukkan bahwa kita paham, dan kemudian melakukan terapi.

Mari kita lihat secara lebih rinci apa yang bisa dianalisis dan dimanfaatkan untuk terapi. Pertama, apa yang dimaksud dengan tidak bahagia. Kapan ia tidak bahagia, di mana itu terjadi. Apakah itu sepanjang waktu, bahkan ketika ia tidur? Seperti apa rasanya? Di bagian mana ia merasakan itu? Di seluruh tubuh, di dada, di tumitnya? Ada perlu mendapatkan informasi rinci agar bisa memahami pola perilaku pasien. Anda perlu memahami pola-pola kognitif dan pola-pola perilakunya.

Anda tahu, masalah tidaklah menimpa pasien, tetapi ia sendiri yang menciptakan masalah itu dan mempertahankannya dengan pola berpikir dan pola perilakunya. Satu hal perlu anda perhatikan ketika merinci informasi dari pasien, yakni bahwa kita melakukannya bukan untuk mencari tahu kenapa masalah itu muncul. Pasien mungkin tertarik membicarakan kenapa ia bisa mengidap simptom tersebut, tetapi terapis tidak tertarik pada urusan itu. Terapis lebih tertarik pada urusan bagaimana masalah itu dikembangkan dan dipertahankan.

Dengan berpegang pada prinsip di atas, anda akan mendapati pola-pola pasien. Anda tahu, jawaban-jawaban pasien atas pertanyaan anda akan menunjukkan seperti apa pola-pola pemikiran dan perilaku pasien.

Sekarang mari kita lihat sekali lagi apa yag disampaikan oleh pasien. “Saya benar-benar tidak bahagia, saya tidak bisa berkomunikasi dengan orang lain, saya gelisah dan cemas. Kondisi saya demikian buruknya, saya sama sekali tidak bisa berkonsentrasi untuk mengatasi masalah kehidupan saya sendiri.”

Selain “tidak bahagia” yang sudah kita bicarakan di atas, ada beberapa kata lagi yang harus kita dalami: komunikasi, orang lain, gelisah, cemas, sedemikian buruk, konsentrasi, mengatasi, masalah, dan kehidupan. Perhatikan bahwa kata-kata yang harus anda dalami itu memenuhi hampir seluruh pernyataan pasien. Semua yang samar-samar itu mungkin memerlukan waktu seharian bagi kita untuk memperjelasnya. Tidak semua terapis memiliki kesabaran untuk melakukan hal seperti ini. Tetapi, sekali lagi saya ingin mengingatkan manfaat besar dari kesabaran untuk melakukan penggalian informasi ini. Merinci apa yang tidak jelas dalam komunikasi pasien bisa menjadi pintu masuk ke hal-hal detail yang tersembunyi di lapisan bawah sadar, yang selama ini melandasi simptom pasien anda.

Ketika anda menghadapi penjelasan yang samar-samar atau nominalisasi negatif dari pasien anda, anggap saja pasien sedang menyampaikan garis besar masalahnya. Jika anda menerima begitu saja garis besar yang disodorkan, anda tidak akan mendapatkan informasi yang memadai. Karena itu anda perlu mendapatkan rinciannya.

Untuk mendapatkan informasi yang memadai, rumus 5W 1H selalu bisa anda gunakan. What (Apa), Who (siapa), When (kapan), Where (di mana), dan How (bagaimana). Dengan catatan bahwa pertanyaan kenapa (why) sebisa mungkin dihindari karena dengan pertanyaan jenis itu, pasien anda akan cenderung memberikan jawaban yang berupa keyakinan (belief) dan bukan fakta. Di bawah ini adalah contoh pertanyaan yang bisa anda ajukan untuk merinci nominalisasi “kecemasan”. Tidak ada pertanyaan yang dimulai dengan kenapa dalam contoh pertanyaan-pertanyaan ini.
Di mana anda merasa cemas?
Dalam konteks seperti apa?
Di tempat seperti apa utamanya?
Di bagian tubuh yang mana?
Kapan anda cemas?
Siang atau malam hari?
Sepanjang waktu?
Apakah ia hilang timbul?
Berapa lama perasaan itu bertahan?
Apakah anda pernah merasakan hal ini sebelumya, kapan, di mana, berapa lama, dsb?
Seperti apa rasanya?
Apakah perasaan anda berubah?
Bagaimana berlangsungnya perubahan perasaan itu?
Apa mula-mula rasanya, dan selanjutnya seperti apa, dan seperti apa pula ujungnya?
Siapa orang lain yang pernah seperti ini?
Bagaimana mereka mengatasi hal ini?
Bagaimana mereka menurut anda?
Berapa lama anda sudah mengalami perasaan ini?
Bagaimana mulainya?
Bagaimana selama ini anda mengatasinya?
Sekali lagi, mendapatkan informasi spesifik akan besar manfaatnya bagi anda untuk mengenali pola perilaku dan pola berpikir pasien. Dari pertanyaan-pertanyaan yang anda ajukan, mungkin anda bisa mendapati bahwa pasien hanya merasakan kecemasan ketika ia berada di tempat tertentu dan pada situasi tertentu, atau di depan orang-orang tertentu. Anda barangkali akan menemukan juga bahwa “masalah” pasien anda itu berkaitan dengan kejadian tertentu di masa lalu, dengan tempat tertentu, dengan situasi tertentu, dan/atau dengan orang-orang yang memiliki karakteristik tertentu.

Jadi, selalu perhatikan dengan cermat apa yang dikatakan oleh pasien anda. Jika anda menjumpai nominalisasi atau pernyataan yang samar-samar, perjelas nominalisasi negatif tersebut sehingga pemahaman anda memadai untuk memutuskan pendekatan seperti apa yang akan anda gunakan untuk menangani pasien anda.

Salam
A.S. Laksana