Hari ke-31 : Bagaimana Menghadapi Respons yang Berlawanan

Materi ke-31
Bagaimana Menghadapi Respons yang Berlawanan

“Ia tahu apa saja yang seharusnya dilakukan, tetapi ia selalu melakukan yang sebaliknya,” kata teman saya suatu hari tentang anaknya.

“Kau kan tahu apa yang aku tidak suka, Nak,” kata seorang ibu. “Kenapa kau selalu melakukan apa yang aku tidak suka?”

Para orang tua yang kewalahan menghadapi anak-anak mereka sering menyampaikan kalimat semacam itu atau kalimat yang artinya serupa dengan itu. Sebetulnya lumrah terjadi bahwa orang tua, terutama yang terlalu peduli untuk memastikan agar anak mereka selalu “di jalur yang benar”, akan sangat risau jika anak-anak mereka tidak mengikuti aturan. Sementara anak memiliki dorongan untuk melakukan semua hal secara leluasa—mereka melakukan apa saja yang mereka inginkan, secara bebas.

Ketika kanak-kanak disudutkan oleh orangtua atau saudara, mereka merasa tertelikung. Menghadapi situasi itu, sejumlah anak mengembangkan respons berlawanan sebagai cara untuk membebaskan diri dari telikungan orang tua atau orang-orang dewasa. Respons yang berlawanan akan meyakinkan si anak bahwa orang lain keliru. Dan karena itu menjadikan ia benar.

Begitulah, sering percekcokan antara anak-anak dan orangtuanya terjadi karena respons berlawanan si anak. Perlawanan yang lebih hebat lagi sering dikembangkan oleh para remaja. Ini kerap terjadi karena para remaja ingin lebih bebas sementara orang tua tidak yakin bahwa anak mereka bisa mengendalikan diri sendiri tanpa kontrol mereka.

Anda tidak bisa menyalahkan jika ada orang tua yang terlalu peduli untuk menolong anak mereka. Yang jadi masalah adalah ketika si anak menganggap pertolongan itu sebagai campur tangan. Sering remaja akan “memberontak” dari apa yang mereka anggap sebagai campur tangan ini dengan cara melakukan segala hal yang bertentangan dengan apa yang dikehendaki orang tua.

Jika cara ini berhasil, mereka akan mengembangkannya menjadi strategi komunikasi. Biasanya, setelah ramaja itu menjadi matang, mereka akan melepaskan strategi itu. Mereka akan menganggap bahwa respons berlawanan semacam itu tidak tepat dalam banyak konteks. Ucapan-ucapan lazim yang mencerminkan bahwa strategi itu tidak tepat lagi, bisa anda dengar pada ucapan-ucapan seperti ini:

“Yah, kita bukan kanak-kanak lagi,” atau “Itu sih zaman remaja, masa sekarang masih mau seperti itu juga?”

Namun, orang yang kurang matang dan egois melanjutkan strategi yang tidak tepat itu. Mereka tidak bisa mengembangkan cara alternatif untuk meraih apa yang ia inginkan.

Menghadapi Respons yang Berlawanan dalam Ruang Terapi
Beberapa kali dalam sesi terapi saya menghadapi pasien yang memiliki strategi untuk melakukan yang sebaliknya dari apa yang saya katakan. Yah, mereka adalah jenis pasien yang memiliki respons berlawanan. Dan, sebagaimana yang kita bicarakan di depan, itu respons yang mereka pelajari di masa kanak-kanak, baik dengan meniru orang tua maupun mereka kembangkan sendiri sebagai mekanisme pertahanan atau untuk mengatasi masalah.

Di atas kita membicarakan perilaku semacam ini sebagai hasil dari situasi “percekcokan” anak dan orang tua. Namun, sesungguhnya mekanisme semacam ini bisa merupakan hasil peniruan oleh anak-anak terhadap orang tua mereka. Seorang anak mungkin melihat orang tuanya terlalu lemah dan tidak tegas. Anak ini bisa merasakan betapa sulit orang tuanya mengontrol komunikasi atau mengatasi situasi dan kemudian mengembangkan strategi berlawanan untuk menghadapi situasi tersebut. Dengan cara itu mereka menegaskan diri. Kecakapan semacam itu kemudian dikopi oleh si anak, yakni dengan mengembangkan perilaku serupa orang tua mereka.

Jika anda menghadapi pasien atau subjek seperti itu, besar kemungkinan ia akan menolak atau menunjukkan perlawanan terhadap apa pun yang anda sampaikan, bahkan kadang tanpa alasan. Pahami betul pola mereka. Dan manfaatkan untuk keberhasilan terapi anda.

Langkah-langkah yang bisa anda lakukan
Pertama, untuk mengatasi perilaku ini terapis perlu belajar bagaimana menyampaikan pernyataan secara negatif sehingga pasien menolak apa yang negatif dalam pernyataan terapis itu. Hasil perlawanan dari sesuatu yang negatif ini adalah perilaku positif. Dan itulah sebenarnya yang dikehendaki oleh terapis.

Misalnya, jika pasien selalu menyabot upaya anda untuk menginduksi trance, anda bisa memulai sesi dengan mengatakan, “Saya nanti akan mensugesti bahwa hari ini kita menjalankan terapi dengan hipnosis. Tetapi kupikir kau akan menghambatnya. Aku tahu itu, kau tahu itu....”

Pasien dengan respons berlawanan akan menjawab dengan, “Kau keliru. Aku tidak berpikir akan menghambat itu.”

Jadi, perlawanannya itu akan membawa dia ke dalam trance untuk membuktikan bahwa dia tidak menghambat. Anda tahu, pasien semacam ini memiliki kecenderungan untuk menunjukkan bahwa ia harus selalu benar dan orang lain keliru. Ia akan membuktikannya, sekalipun itu untuk melakukan hal yang sebelumnya mereka tolak.

Kedua, pastikan bahwa mereka merasa nyaman. Ini selalu menjadi prinsip penting yang harus anda camkan. Selalu ada kemungkinan bahwa pasien akan mengembangkan penolakan baru. Ini tergantung dari kerugian yang mereka dapatkan sebagai hasil dari penolakan pertama. Tentu saja pilihan tak sadar ini sangat dipengaruhi oleh orientasi personal mereka. Ingat bahwa pada dasarnya mereka selalu membuat perlawanan. Mereka bisa mengembangkan perlawanan baru terhadap perlawanan mereka sebelumnya. Namun jika perlawanan pertama mereka, yakni memasuki trance untuk membuktikan bahwa anda keliru, ternyata adalah perlawanan yang menyenangkan, mereka akan mempertahankan situasinya.

Ketiga, gunakan bahasa yang jernih dan spesifik. Sekarang bayangkan jika anda mengajukan pertanyaan seperti di atas dengan sedikit penambahan. Kita mengatakan, “Saya akan mensugesti bahwa hari ini kita menjalankan terapi dengan hipnosis tetapi kupikir kau akan menghambatnya, seperti sesi sebelumnya.” Di sini pasien bisa merespons secara negatif pada dua komponen dalam pernyataan itu. Ia bisa mengatakan, “Saya tidak menghambat pada sesi lalu.”

Pasien dengan respons berlawanan adalah orang yang cepat menemukan mana bagian dari pernyataan itu yang harus ditolak. Karena itu ketika anda menghadapi jenis yang seperti ini, pastikan bahwa anda menggunakan bahasa yang jernih, spesifik, dan tidak menawarkan pilihan-pilihan yang bisa digunakan oleh pasien untuk merusak kedekatan atau menghambat terapi.

CATATAN KHUSUS
Hati-hati pada pasien depresi. Pada pasien yang mengidap depresi parah, anda akan sering menjumpai kecenderungan untuk melawan apa saja. Mereka adalah orang-orang yang tampaknya sudah membekali diri dengan perangkat subjektif untuk mencari penolakan dan kemudian menyandarkan diri pada itu. Mereka sudah terbiasa menolak sugesti positif yang ditawarkan kepada mereka. Sebaliknya, mereka cenderung menyepakati apa saja yang negatif untuk membenarkan situasi mereka.

Jadi strategi untuk menghadapi pasien dengan respons berlawanan jarang berhasil pada pasien yang sangat depresi karena mereka cenderung setuju pada komentar negatif anda. Untuk menghadapi mereka, kita memerlukan strategi terapi lain yang tentu saja sesuai dengan kebutuhan mereka tetapi bisa membawa mereka ke arah perubahan terapetik.

Salam
A.S. Laksana