Hari ke-34 : Teknik Disosiasi Visual-Kinestetik

Materi ke-34
Teknik Disosiasi Visual-Kinestetik
(Lebih Lanjut tentang Disosiasi)

Disosiasi adalah fenomena alami. Karena disosiasi adalah bagian dari keseharian. Dalam hipnosis kita memanfaatkan kemampuan alami pasien dalam mewujudkan fenomena alami ini. Anda tahu, kebanyakan fenomena hipnotik sesungguhnya bersumber dari pengalaman sehari-hari. Karena itulah Erickson sering menyodorkan gagasan-gagasan yang berkaitan dengan kejadian sehari-hari untuk membuat subjeknya memunculkan fenomena hipnotik.

Dalam hipnosis kita melindungi pasien dari perasaan tidak nyaman dengan disosiasi

Dalam materi yang lalu sudah disampaikan bahwa disosiasi membantu pasien berjarak dari perasaannya sendiri. Ini terutama ketika kita menangani pasien-pasien dengan pengalaman traumatik atau fobia. Materi kali ini akan membicarakan disosiasi visual-kinestetik dengan teknik menempatkan pasien di dalam gedung bioskop dan mengalami disosiasi dua tingkatan. Sebagaimana istilah yang digunakan sebagai judul materi ini, kita akan membawa pasien mengalami disosiasi dengan pengalaman visual, dan sekaligus memisahkan dirinya dengan perasaannya (kinestetik).

Jadi, kita meminta meminta pasien membayangkan diri sedang melihat film di layar bioskop. Dalam disosiasi satu tingkatan, biasanya kita meminta pasien duduk di kursi penonton dan menyaksikan adegan-adegan di layar bioskop. Yang ditonton adalah film tentang dirinya di waktu lalu, ketika pengalaman traumatik itu berlangsung. Karena duduk sebagai penonton, ia bisa lebih berjarak dari kejadian tersebut, dan bisa memandang lebih objektif kejadian itu dari posisinya sekarang sebagai penonton. Itu disosiasi visual.

Disosiasi dua tingkatan, yakni visual-kinestetik, kita meminta pasien keluar dari tubuhnya yang sedang duduk di kursi penonton, dan melayang naik ke ruang proyektor, menyaksikan tubuhnya sedang duduk di kursi penonton menyaksikan film yang terputar di layar. Dengan cara ini, disosiasi berkembang lebih jauh lagi, dan perasaan yang berkaitan dengan kejadian traumatik itu semakin jauh juga jadinya.

Karena disosiasi visual-kinestetik ini memisahkan jauh-jauh pasien dari pengalaman traumatiknya, maka sering penyembuhan bisa terjadi dalam satu sesi. Dengan mendisoasi pasien dalam dua tingkatan, pasien bisa melihat (dari ruang proyektor) tubuhnya sedang menonton film yang sedang diputar di layar. Dan karena itu hanya tubuh yang duduk di kursi penonton, maka ia bisa menyaksikan pertunjukan tanpa melibatkan perasaan sama sekali. Dan diri yang ada di ruang proyektor tidak bisa mengalami perasaan sakit karena ia terpisah dari tubuhnya.

Dengan membebaskan pasien dari perasaannya, kita membuat pasien bisa melihat lebih objektif—pada posisinya sekarang. Dan ia akan mendapatkan pemahaman yang bermanfaat untuk menjalani kehidupan sehari-harinya dalam wawasan baru yang didapatkannya dalam pengalaman trancenya.

Bagaimana Melakukan Disosiasi Visual-Kinestetik kepada Pasien

  1. Mintalah pasien nyaman. Ciptakan anchor untuk membuat pasien nyaman. Ini akan memudahkan anda mengembalikan pasien ke kondisi nyaman. Untuk menciptakan anchor pada saat pasien trance, anda bisa mengatakan, misalnya, “Sekarang kau pertahankan perasaan nyaman yang kaunikmati ini, senyaman-nyamannya. Pertahankan terus beberapa waktu. Dan kau bisa membuat sebuah tombol di bahu kirimu. Itu tombol yang akan mendatangkan kenyamanan semacam ini jika aku menekannya atau jika kau menekannya. Jadi setiap kali tombol itu ditekan, kau akan kembali mengalami perasaan nyaman seperti ini.”
  2. Lihat sosok yang lebih muda sebelum terjadinya peristiwa traumatik, pasien melihat di layar dalam bentuk still photo.
  3. Pasien melayang keluar dari tubuhnya dan naik ke ruang proyektor. Di situ ia melihat tubuhnya sedang duduk di kursi penonton, menyaksikan gambar di layar.
  4. Pegang tangan pasien dan katakan kepadanya agar meremas kuat-kuat jika muncul perasaan tak enak.
  5. Mintalah pasien melihat dirinya sendiri duduk di dalam gedung bioskop, duduk di kursi penonton, sedang menonton dirinya sendiri dalam film hitam putih.
  6. Ketika film berakhir, putar kembali sebagai film berwarna, tetapi dengan arah terbalik.
  7. Kemudian, mintalah pasien melihat dirinya sedang memberi pelajaran penting kepada tokoh dalam film (diri yang lebih muda), bagaimana cara yang lebih konstruktif untuk melanjutkan kehidupan setelah pengalaman tersebut.

Kepada beberapa pasien, saya sering meminta mereka memberi tahu “tokoh dalam film itu” (diri yang lebih muda) tentang hari-hari setelah kejadian itu dan bagaimana cara menghadapinya. Biasanya saya akan menanyakan, “Kautahu, jika kau tidak membimbingnya, ia mungkin akan mengalami masa-masa sulit setelah kejadian itu, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Kau bisa memberi tahu dia? Kau bisa mengajari dia bagaimana cara terbaik untuk menjalani hari-harinya setelah kejadian itu?

Dengan cara ini, kita melibatkan pasien dalam pemberesan dirinya sendiri, dengan memberi kepercayaan kepadanya bahwa dalam posisinya sekarang, ketika segalanya membaik, ia tahu apa yang harus disampaikan kepada “tokoh dalam film” itu bagaimana menghadapi hari-hari mendatang secara lebih sehat dan konstruktif.

Salam,
A.S. Laksana